Minggu, 31 Januari 2010

Bahan kimia siapa takut ?

Judul ini seakan menjadi “ jeritan hati” sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Tim Buku Kimia Himpunan Mahasiswa (HIMA) Amisca Kimia ITB. Bagaimana tidak, pemberitaan mengenai bahaya bahan-bahan kimia yang kerap tidak seimbang di media massa,menuntut mereka “turun gunung” mengeluarkan ilmu. “ Bukan mengkhawatirkan lahan pekerjan kami di bidang kimia kelak, tetapi sebagai bentuk jawab mahasiswa untuk masyarakat,” ujar Riani, ketua penerbitan buku Bahan Kimia, siapa takut, kenali bahayanya,temukan solusinya!. Buku kumpulan tulisan hasil study literatur dan riset labolaturium 32 mahasiswa jurusan kimia FMIPA ITB ini diluncurkan dalam bentuk ringkasan pada soft launching digelaran chemistry day mipa arisca, kampus ITB.

“memang bahan kimia itu berbahaya”. Pertama bila bahan kimia digunakan pada tempat dan wktu yang tidak tepat, kedua, kadarnya atau dosis yang tidak propsional. Di luar itu, perlu ada upaya pencerdasan masyarakat dalam memilih produk dan meminimalisasi penyalahgunaan yang menimbulkan resiko bahaya. Maka tim pengurus buku ini menyusun 32 tulisan yang terbagi dalam 3 kategori. Kerap membuat image ‘kimia’ menjadi tidak baik , yaitu makanan,obat dan kosmetik.hal menarik dari buku yang dikerjakan sepanjang tahun ini adalah bahasa dan pendekatan yang digunakan.

Simak saja beberapa judulnya, kriuk-kriuk yang bikin keok; hah makananku=mayaku? Judul terakhir berisi mengenai ulasan pengawet mayat sekaligus anti bakteri untuk lantai yang populer di kalangan penjual makanan sebagai penawet makanan, formalin.

Pada pembahasan obat, seorang penulis, Nida Meriam menceritakan kejadian yang menimpa kakeknya sendiri yang kerap mengonsumsi obat-obatan herbal. Dalam dunia pengobatan, istilah herbal berkenaan dengan segala jenis tumbuhan dan atau seluruh bagiannya yang mengandung satu atau lebih bahan aktif yang dapat digunakan sebagai obat (therapeutic). Anggapan di masyarakat selama ini, obat herbal lebih aman daripada obat sintetik karena efek sampingnya lebih kecil. Namanya juga dari alam! Disitu timbul anggapan bahwa mengonsumsi obat herbal dalam jangka wktu panjang tidak akan menimbulkan komplikasi dalam tubuh kita. Padahal, tidak menutupi kemungkinan ada pula senyawa lain selain zat aktif yang ikut terkonsumsi, zat tersebut tidak berkhasiat tetapi dapat pula mengganggu aktifitas biologis atau bahkan toksik untuk tubuh. “contohnya seledri, kalo diminum satu perasaan bisa nurunnin darah tinggi, tapi kalau lebih bisa turun secara drastis,”ujar nida.

Di kategori kosmetik, merkuri pada bedak menjadi materi tulisan berjudul “satu polesan begitu berarti”. Logam berat ini kerap “disisipkan” produsen pemutuh wajah atau bedak dalam produknya. Tentunya sisipan zat kimia tersebut bukan tempatnya. Alhasil, ancaman perubahan warna kulit sehingga risiko terkena kanker menghantui konsumen. Dalam kumpulan tulisan yang di konsultasikan dengan staf pengajar jurusan kimia farmasi ITB ini disebutkan pula beberapa trik untuk menghindari zat kimia yang “nongkrong” bukan pada tempatnya. Salah satunya pada bahasan merkuri. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan merkuri pada bedak ialah dengan menggosokan cincin emas pada tangan yng telah di olesi bedak. Jika bedak berubah warna menjadi hitam, maka bedak tersebut mengandung merkuri. Nah loh, silahkan kawan coba sendiri pada bedak yang di pakai.

Disadur : koran pikiran rakyat , 19 november 2009

Diketik ulang : putrie utami septiana anggraeni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar